Senin, 21 Maret 2016

ff Kris - Xiumin - Luhan EXO (photography chap.4 - INA)

Photography
.
.
Kris – Xiumin – Luhan
.
.
Another member of EXO
.
.
Romance!
BL x BL
.
.
Happy reading~
.
.
Hari minggu, hari yang sangat membahagiakan bagi anak-anak sekolah pada umumnya. Hanya di beri libur sekolah satu hari saja sudah membuat anak sekolahan seperti Kris dan Minseok bisa bernapas lega. Tidak ada yang namanya berpikir keras soal pelajaran ataupun mengerjaskan tugas sekolah.

"Kau akan ikut atau tidak Kris? Aku akan berangkat sekarang." kata Minseok sambil mengguncang tubuh Kris pelan. Kris yang masih bergelut dengan selimutnya hanya memandang Minseok malas. Dia melirik jam digital disampingnya. "Ini masih jam setengah 5 pagi Minseok." Ucap Kris malas. "Baiklah kalau kau tidak mau ikut, aku akan lari pagi sendiri saja." Ketika Minseok akan pergi, Kris menahan tangan Minseok "Baiklah aku akan menemanimu. Tunggu sebentar." Kris menarik Minseok untuk duduk di pinggir ranjangnya. "Aku tidak memaksa mu Kris." Kris hanya mengusap kepala Minseok lembut lalu beranjak dari kasurnya. "Aku akan bersiap-siap sebentar."

Setelah selesai menunggu Kris, kini mereka berdua telah keluar dari rumah. Kris memandang langit yang masih belum menampakan mataharinya. "Kau lihat, bahkan bintang saja masih terlihat." Minseok hanya tersenyum melihat Kris yang sejak tadi berkacak pinggang memandang langit. "Bukankah sudah ku bilang kalau aku tidak memaksa mu untuk ikut lari pagi dengan ku." Minseok mulai berjalan meninggalkan Kris. "Lalu mengapa kau membangunkan ku bila kau tidak memaksaku untuk ikut lari pagi dengan mu?" Kris mengikuti langkah Minseok pelan.

"Kalau begitu kau bisa kembali lagi ke rumah dan tidur lagi dengan selimut mu." Minseok menjulurkan lidahnya kearah Kris kemudian dia mulai berlari kecil untuk menghindari amukan Kris. Dan mulailah aktivitas minggu pagi mereka dengan lari pagi yang terlihat seperti aksi kejar mengejar seorang pencuri. Hanya berlari beberapa jarak, Minseok menghentikan larinya. Dia menoleh kearah belakang melihat sosok Kris yang tiba-tiba menghilang. Napasnya yang masih tersengal-sengal ditambah dengan perubahan wajahnya yang tiba-tiba khawatir karena orang yang mengejarnya tiba-tiba saja tidak ada. Minseok terus menoleh kesana kemari mencari sosok Kris.

"Kemana dia pergi?"

Tiba-tiba seseorang memeluknya dari belakang. "Kena kau anak kucing." Suara berat Kris dan pelukannya yang secara tiba-tiba itu membuat Minseok sedikit terkejut. "Kau mengagetkan ku Kris." Kris hanya tertawa dan memeluk Minseok semakin erat.

"Bisakah kau lepaskan pelukanmu Kris? nanti orang-orang akan melihat kita."

"Tidak. Mereka tidak akan melihat kita. Ini masih sangat pagi untuk bangun. Disini hanya ada kita berdua saja."

Minseok membalikan tubuhnya menghadap Kris. "Aku ingin menanyakan sesuatu kepada mu." ucap Minseok dengan tatapan yang dibuat begitu tajam. Kris hanya tertawa melihat wajah Minseok yang begitu imut. Bukannya takut dengan tatapan tajam Minseok, Kris malah ingin sekali mencubit pipi Minseok yang bulat yang kini terlihat rona merah menjalar di sekitar tulang pipinya.

"Memangnya apa yang mau kau tanyakan?"

"Sebenarnya hubungan kita ini apa?"

Pertanyaan Minseok membuat Kris langsung terdiam seketika. Dia melepaskan pelukannya. Kris berbalik memunggungi Minseok yang masih setia memandanginya.

"Mengapa kau tiba-tiba bertanya hal seperti itu?"

"Aku hanya ingin tahu saja. Semua anak di sekolah selalu berkata kalau aku adalah kekasih mu. Awalnya aku terkejut mendengarnya dan ingin sekali bertanya kepada mu tentang hal itu, tapi aku tahu alasan mu mengatakan hal itu kepada semua anak-anak di sekolah. Kau hanya tidak ingin kejadian ketika smp dulu terjadi lagi kan?"

Minseok meremas lengan jaket Kris. Dia menundukan kepalanya. Terlihat ada guratan takut dan sedih di wajahnya. Kris berbalik dan langsung memeluknya sangat erat. "Waktu itu aku memang masih belum bisa menerima mu menjadi saudara ku Minseok, bahkan saat kau menjadi murid baru di sekolah ku, aku bersikap mengacuhkan mu dan tidak melindungi mu sama sekali. Hingga kejadian itu terjadi dan membuat ku tersadar kalau aku adalah saudara yang sangat buruk bagimu. Sejankejadian itu, aku langsung berjanji kepada diri ku sendiri bahwa aku akan selalu melindungi dirimu meskipun harus merelakan diri ku sekalipun yang menjadi tamengnya."

Minseok mengangkat wajahnya melihat wajah Kris. "Aku sangat berterima kasih dengan semua yang kau lakukan Kris." Minseok tersenyum manis menampilkan deretan giginya yang rapi. Kris memandang Minseok sayang. "Jadi, anak kucing ini hanya menjadi milik Kris seorang. Bukan milik orang lain." Kris mencium kening Minseok lembut. "Tapi sepertinya Luhan yang akan menjadi saingan mu saat ini?" Wajah Kris seketika berubah kecut ketika Minseok menyebut kan mana Luhan di sela-sela percakapan mereka. Minseok hanya tertawa melihat ekspresi Kris yang tiba-tiba berubah masam.

"Itu tidak akan membuat ku takut. Bukankah kau sudah menyuruhnya untuk tidak mendekati mu lagi?"
Minseok mengangguk pelan.

"Kau benar, tapi aku melihat kalau Luhan bukan orang yang mudah menyerah begitu saja. Dia pasti akan terus mendekati ku lagi."

"Aku tidak akan menyerahkan mu pada siapapun juga termasuk pada Luhan."

Minseok kembali menyembunyikan kepalanya di dadanya Kris. "Bahkan sekarang kita terlihat seperti sepasang kekasih Kris." Kris tersenyum lebar. "Bila kau memang menginginkan hal itu terjadi, aku akan menerimanya dengan senang hati." Kris mengelus kepala Minseok pelan. "Hal itu hanya akan terjadi dalam mimpi mu saja." Minseok memukul dada Kris pelan lalu keduanya pun tertawa bersama setelahnya.
.
.
.
Pukul setengah tujuh pagi, Kris dan Minseok mulai kembali ke rumah mereka. Dari kejauhan, terlihat seseorang sedang berdiri di depan rumah mereka. "Bukankah itu Suho?" Kris memicingkan matanya untuk memastikan ucapan Minseok. "Apa yang dia lakukan di depan rumah kita sepagi ini?" Minseok mengangkat bahunya tak tahu. "Hanya Suho yang tahu tentang hubungan kita yang sebenarnya Minseok." Minseok menoleh kearah Kris. Kerutan halus terlihat di keningnya. "Kau menceritakan semuanya kepadanya?" Kris tersenyum lalu mengacak rambut Minseok asal. "Aku menceritakan semuanya. Sudahlah, ayo kita pulang." Kris merangkul pundak Minseok dan menariknya.

"Suho. Heii…" Sapa Minseok ketika mereka sudah berada di depan rumah. Suho menampilkan senyum manisnya saat orang yang dia tunggu tiba-tiba muncul. Wajahnya sedikit terkejut ketika melihat Kris merangkul pundak Minseok lalu dia tersenyum kembali.

"Apa kau mencari ku?" tanya Kris dan Suho hanya menjawab dengan anggukan kepala.

"Ayo kita masuk. Sarapan sudah menanti kita."

Minseok melepaskan rangkulan Kris dari pundaknya dan berjalan masuk ke dalam. "Tidak. Aku hanya ingin berbicara dengan Kris sebentar saja." Minseok dan Suho melihat kearah Kris.

"Kau tidak ingin sarapan bersama kami?"

"Tidak Kris, terima kasih. Lain kali aku akan menerima tawaran mu bila kau masih menawarkannya." Suho tertawa canggung. Kris melihat Minseok yang masih berdiri di ambang pintu. "Kau masuklah duluan." Minseok mengangguk lalu memberikan senyuman manis kepada Suho sebelum dia masuk kedalam.
.
.
.
Minseok masuk ke dalam rumah dan langsung mendudukan dirinya di kursi meja makan. Wajahnya terlihat takjub dengan semua makanan yang tersedia di meja makan pagi ini. "Waahh makanannya banyak sekali. Tumben sekali ibu memasak makanan banyak pagi ini?" Minseok mengambil salah satu makanan kesukaannya. "Hemm ini enak sekali." Dia langsung memakan sarapannya dengan lahap.

"Minseok." Panggil ibunya. Minseok hanya menanggapi panggilan ibunya dengan dehaman pelan . Dia masih sibuk mengunyah makanannya. "Apakah kau lupa dengan hari ini?" sambil tetap mengunyah, Minseok berusaha untuk berbicara. "Memangnya ada apa dengan hari ini ibu?" Ibunya menghentikan tangan Minseok yang akan mengambil lauk lagi. Minseok melihat wajahnya ibunya sambil berkedip lucu.

"Hari ini peringatan kematian orang tua mu sayang."

Wajah Minseok tiba-tiba berubah datar. Dia meletakan sumpitnya dan meminum air sampai habis. Dia terdiam sebentar mengatur napasnya. "Jadi karena itu ibu memasak makanan sebanyak ini? Bahkan aku sebagai anaknya sampai lupa dengan hari terpenting dalam hidup ku."

Minseok tersenyum kecut menatap semua makanan di atas meja. Beberapa kali dia menghela napasnya. "Aku sudah selesai makan." Minseok mulai bangkit dari kursinya. Dia sudah tidak berselera lagi untuk sarapan. Perkataan ibunya tentang mengingatkan hari peringatan kematian orang tuanya membuat Minseok kembali memutar memori masa kelamnya dulu.

"Aku akan bersiap-siap ke makam ayah dan ibu."

"Minseok, ibu akan menemani mu kesana."

Minseok melihat ibunya. Wajah ibunya, bukan itu bukan ibu kandungnya melainkan ibu kandung Kris. Dia sudah terbiasa memanggil ibu Kris dengan sebutan ibu sejak dulu tapi itu juga membutuhkan waktu bagi Minseok untuk memanggilnya dengan sebutan ibu. Minseok begitu merindukan sosok ibu kandungnya sendiri. Minseok menggeleng pelan, menolak tawaran ibunya.

"Tidak usah ibu. Aku akan kesana sendirian saja."

"Ini pertama kalinya kau kesana sendirian kan? Kau benar ingin sendirian saja? Kris bisa menemani mu."
Minseok kembali menggeleng menolak tawaran ibunya. "Tidak perlu. Aku ingin sendiri saja." Minseok berbalik dan berjalan perlahan menuju kamarnya. Ibu Kris hanya bisa diam memandang Minseok dengan wajah lesu.
.
.
.
Minseok sudah bersiap untuk pergi ke pemakaman ayah dan ibunya yang tempatnya lumayan jauh dari rumahnya. Sekali lagi ibu Kris menawarkan agar Kris menemaninya pergi ke pemakanman orang tuanya. "Tunggulah Kris sebentar lagi sayang. Ibu tidak ingin kau kenapa-kenapa di jalan nanti. Kris bisa melindungi mu." Minseok hanya tersenyum lalu memeluk ibunya. "Aku berangkat dulu ibu. Ibu jangan khawatirkan aku. Aku sudah besar dan bisa menjaga diri ku sendiri." Sebelum Minseok pergi, dia mencium pipi ibunya terlebih dahulu.

Minseok mampir ke sebuah toko bunga dan membeli sebouqet bunga mawar untuk makam orang tuanya. Dia tersenyum melihat bunga yang dia bawa. "Bunganya sangat cantik." Tiba-tiba suara seseorang terdengar di telinga Minseok. Dia menoleh ke sumber suara dan mendapati Luhan ada di sampingnya sekarang. Minseok sedikit terkejut dengan kehadiran Luhan secara tiba-tiba.

Sejak kapan Luhan ada disini? Apakah dia membuntuti ku?

Minseok memandang Luhan heran. Orang yang dipandang hanya menampilkan senyum lebarnya terus. "Kau mau pergi kemana Minseok? Setelan jas yang rapi ditambah kau membawa sebouqet bunga mawar. Apakah kau akan pergi kencan?" Minseok semakin memandang Luhan heran.

Bila aku meladeni dia, bisa-bisa aku tidak jadi ke makam ayah dan ibu.

Minseok memasang wajah datarnya. Dia tidak menghiraukan ucapan Luhan sama sekali. Dia mulai berjalan meninggalkan Luhan. "Dia benar-benar akan berkencan? Denga siapa?" Luhan mengejar Minseok yang kini sudah mulai menaiki bus kota. Dengan napas yang tersengal-sengal Luhan masih bisa menampilkan senyumnya untuk Minseok. Dia kemudian mendudukan dirinya di samping Minseok yang sama sekali tak memandangnya.

"Aku bisa mengejar mu Minseok."

Minseok hanya menghela napasnya dan memandang keluar jendela. Dia berpura-pura tidak melihat Luhan yang jelas-jelas ada di sampingnya. Dia berpura-pura menulikan pendengarannya yang jelas-jelas Luhan berbicara kepadanya. Luhan yang tak kuat dengan sikap Minseok yang terus saja mendiaminya kini dengan gemas dia mulai mengeluarkan suaranya lagi.

"Ayolah Minseok, sampai kapan kau akan terus mendiami ku seperti ini?"

Minseok terus diam memandang keluar jendela.

"Baiklah. Kalau itu mau mu. Terus saja kau mendiami ku, aku akan terus mengganggu mu sampai kau mau berbicara dengan ku."

Luhan melipat tangannya dia dada. Dia memasang wajah sedikit cemberut. Minseok lagi-lagi tidak menggubrisnya. Dia terus diam.
.
.
.
Bus mulai berhenti di halte selanjutnya. Minseok mulai berdiri dan menghambur pergi meninggalkan Luhan. Luhan menatap Minseok tak percaya. Dia langsung bergegas menyusul Minseok turun dari bus.
Luhan melihat sekeliling tempat dimana dia berada sekarang. Dia merasa asing dengan tempat yang dia telusuri. Luhan memutuskan untuk membuntuti Minseok dari belakang. Matanya membulat ketika melihat Minseok masuk ke sebuah pemakaman. Luhan berhenti sebentar untuk melihat gerbang masuk tempat pemakaman orang tua Minseok di semayamkan.

"Siapa yang meninggal?"

Luhan kembali melanjutkan langkahnya. Dia hanya melihat Minseok dari kejauhan ketika Minseok mulai memberikan penghormatan pada kedua makam yang ada di hadapannya. Kening Luhan berkerut. Dia terus memperhatikan Minseok dari kejauhan.

Setelah selesai, Minseok mulai berjalan menuju rumah duka dimana abu ayah dan ibunya di simpan. Luhan kembali membuntuti Minseok. Dia tidak mau sampai kehilangan sosok orang yang dia sukai.
Minseok hanya memandang foto kedua orang tuanya dari balik lemari kaca. Luhan yang sejak tadi penasaran siapa orang yang Minseok kunjungi di tempat pemakaman ini, dengan berani dia mendekati Minseok. Luhan melihat sebingkai foto sepasang suami istri saling berpelukan erat. Apakah itu orang tua Minseok? Luhan kini beralih memandang Minseok. Wajahnya tidak menampilkan ekspresi apapun. Hanya kosong dan datar yang terlihat di wajahnya.

"Aku merindukan mereka."

Luhan terdiam. Dia tidak tahu apa yang akan dia ucapkan. Dia hanya bisa mengikuti Minseok, memandang foto orang tua Minseok. Beberapa menit mereka terdiam hingga suara Minseok memecah keheningan.

"Ayo kita pergi."

Minseok melangkah pergi keluar dan Luhan membuntutinya lagi. Kini mereka berdua berjalan secara bersamaan. Luhan kini tahu apa yang membuat Minseok berdandan rapi dengan setelan jas dan membawa sebouqet bunga mawar. Luhan tersenyum miring ketika dia mengingat perkataannya di depan toko bunga tadi. Pergi berkencan kata ku. Kau benar-benar bodoh Luhan.

"Kau ingin jalan-jalan Lu?"

Luhan hanya memadang Minseok khawatir. Minseok hanya tertawa pelan melihat wajah Luhan. "Kau tenang saja. Aku baik-baik saja Luhan."

Luhan tiba-tiba menarik Minseok dan memeluknya. "Aku tidak tahu kau ini sedang berakting atau tidak, tapi aku tahu kau ingin menangis sekarang. Jangan menahannya Minseok. Keluarkan semua tangisan mu agar kau merasa lebih baik." Luhan semakin memeluk Minseok erat. "Bahkan kau juga tidak bisa tertipu Luhan." Luhan melepaskan pelukannya. Menangkupkan pipi Minseok yang bulat. "Aku siap menjadi sandaran mu bila kau membutuhkannya Minseok." Mata Minseok mulai berkaca-kaca. Terdengar isakan kecil muncul dari bibirnya. Luhan kembali membawa Minseok masuk ke dalam pelukannya.

Tbc…


Thank you for : Xiao Neko-chan, elfishminxiu, Wu Yi Xiu, CiElAnGel, feyy, minminxiu, milkbubble, shinta. lang,xiaolong26, Jiji Park dan buat yang udah fav sama follow ini ff ^^

Semakin gag jelas ae ini cerita -_- heheh~ mau di lanjut gag nih?

Review pliss~ ^^

Jumat, 05 Februari 2016

ff Kris - Luhan - Xiumin EXO_ Photography chapter 3



Photography
.
.
Kris – Xiumin – Luhan
.
.
Another member of EXO
.
.
Romance!!
BL x BL
.
.

Happy reading~

.
.

Pagi harinya, Minseok terburu-buru berangkat ke sekolah tanpa menunggu Kris yang saat ini masih santai dengan seragamnya. Minseok langsung mengambil roti isi yang baru saja dibuat oleh ibunya.

“Minseok, bisakah kau makan dengan tenang sayang? duduklah dulu.”

“Aku harus segera ke sekolah sekarang ibu. Aku berangkat dulu.”

Masih dengan mengunyah makanannya, Minseok mencium pipi ibunya dan berlari keluar rumah sambil menggunakan sepatunya. Kris yang sudah turun dari kamarnya melihat tidak ada sosok Minseok di meja makan sekarang. Dia memandang ke arah ibunya. Bertanya.

“Apakah Minseok belum bangun?”

Kris duduk dan meminum susunya.

“Dia baru saja berangkat.”

Ucapan ibunya membuat Kris menyemburkan susunya. Dia menelan ludahnya cepat dan memandang ibunya tak percaya.

“Benarkah dia sudah berangkat?”

Kris melihat kearah jam dinding yang menggantung di atas meja makan. Ini masih jam 7 pagi dan dia sudah berangkat? Dia mengkerutkan keningnya. “Ini, makan sarapan mu Kris.” Ibunya menyodorkan sepiring roti isinya padanya. Kris hanya mengangguk lalu mengambil roti isi itu dan memakannya.

“Minseok sangat terburu-buru. Sepertinya ada hal penting. Apa Minseok tidak memberitahu mu sebelumnya?

Kris menggeleng. “Tidak. Semalam dia tidak memberitahuku setelah kami mengerjakan tugas.” Dia kembali meminum susunya lalu meraih tasnya. “Baiklah ibu, aku berangkat dulu. Aku harus memastikan anak kucing ku baik-baik saja.” ibunya hanya menggeleng pelan.  Sebelum dia berangkat, Kris mencium dan memeluk ibunya erat lalu kemudian dengan santai dia berangkat ke sekolah.
.
.
Sampainya di sekolah, Kris mencari sosok Minseoknya di kelas. Dia terus menajamkan penglihatannya agar sosok yang dia cari ditemukan. Tidak ada. Kris menaikan sebelah alisnya. Saat ada salah seorang teman sekelas Minseok masuk, Kris menahannya sebentar.

“Tunggu, kau melihat Minseok?”

“Minseok? Sepertinya dia belum berangkat.”

Kerutan di kening Kris tampak jelas. Alisnya menaut menjadi satu. Teman sekelas Minseok itu pun langsung berjalan masuk ke kelas ketika melihat wajah Kris yang tiba-tiba berubah menjadi setengah mengerikan, batinnya.

Dengan langkah cepat, Kris menelusuri setiap lorong sekolah dan tempat-tempat yang selalu Minseok kunjungi. Wajahnya mulai berubah menjadi mengerikan ketika dia tak menemukan sosok manusia yang dicarinya itu.

Di tempat lain, kini Minseok dan Luhan duduk di sebuah atap gedung sambil menikmati segelas kopi yang tadi Luhan bawa. Dia terus menampilkan senyum lebarnya melihat langit yang begitu cerah. Terdengar senandung pelan keluar dari bibir tipisnya. Luhan menutup matanya, merasakan hembusan angin yang menerpa kulit dan rambutnya.

“Luhan”

“Eemm”

Luhan masih terus dengan kegiatannya. Minseok hanya memandang kearah Luhan dengan wajah yang sedikit terpana.

“Ini. Aku mengembalikan uang mu yang kemarin.”

Minseok menyerahkan beberapa lembar uang pada Luhan. Luhan langsung membuka matanya dan memandang Minseok sebentar lalu melihat uang yang Minseok genggam. Luhan tersenyum miring. Kembali dia menatap Minseok dan tersenyum.

“Sudah, tidak usah kau kembalikan. Aku anggap uang itu sebagai salam perkenalan kita.”

“Tapi aku merasa tidak enak padamu.”

Luhan meraih tangan Minseok. Dia menatap Minseok begitu intens sampai Minseok tak kuat memandangi wajah Luhan yang sekarang entah sejak kapan sangat dekat dengan wajahnya.

“Baiklah bila kau tidak enak kepada ku. Kau mau mengembalikan uang itu pda ku tapi aku tidak mau kau mengembalikannya. Aku ingin hal yang lain.”

Minseok hanya mengedipkan matanya saja. Dia menarik tanganya pelan dari genggaman Luhan.

“Apa yang kau inginkan Luhan?” tanya Minseok sedikit takut. Tiba-tiba ponsel Minseok bergetar saat Luhan akan menjawab pertanyaanya. “Tunggu sebentar. Kris menelpon ku.” Minseok sedikit menjauh dari tempa Lluhan. Luhan memandang kearah Minseok dengan kesal.

“Ck, sial! Kris mengganggu disaat yang tidak tepat.”

Minseok mengangkat ponselnya dengan ragu-ragu. Dengan tangan sedikit bergetar dia mengangkat panggilan dari Kris.

“Ha-hallo Kris.”

“heeii Minseok! Kau ada dimana sekarang? mengapa suara mu terdengar bergetar huh?”

“A-aku sekarang a-ada di-“

Minseok tersentak ketika Luhan tiba-tiba mengambil ponselnya. Matanya mebulat ketika Luhan mulai menjawab panggilan Kris.

“Minseok sekarang dengan ku Kris. Kau tidak perlu tahu dia ada dimana sekarang. Dia baik-baik saja.”

Luhan langsung mematikan sambungan telepon dari Kris. Dia mengembalikan ponsel Minseok. “Bila dia menelpon mu lagi, jangan diangkat. Dia mengganggu!”

“Ta-tapi..”

Luhan langsung kembali ketempatnya semula. Minseok hanya memandang Luhan dengan padangan terkejut dan tak percaya. Baru kali ini ada seseorang yang berbuat seperti tadi pada Kris. Minseok menelan ludahnya cepat. Ponselnya kembali bergetar.

“Minseok.” Panggil Luhan yang membuat Minseok kembali terkejut. Dengan langkah takut dia berjalan menghampiri Luhan. “Dia pasti menelpon mu lagi kan? Sudah jangan diangkat. Biarkan saja.” Minseok memandang ponselnya. Maaf Luhan. Aku hanya tidak ingin kau terlibat masalah dengan Kris. Minseok menggenggam ponselnya erat.

“Aku harus pergi sekarang. Terima kasih untuk kopinya.”

Dengan langkah cepat dan terburu-buru, Minseok meninggalkan Luhan. “Minseok.” Minseok mengabaikan paggilan Luhan. Dia terus melangkah pergi menjauhinya. Luhan menghela napas panjangnya. “Memang apa yang membuatmu selalu dekat dengan Kris?” tanya Luhan pada bayangan Minseok yang kini sudah tak terlihat lagi.
.
.
.
Minseok berjalan masuk ke dalam ruang club basket. Dia bertanya-tanya pada teman satu anggota basket Kris tentang keberadaannya sekarang.

“Aku tadi melihatnya berjalan ke arah belakang sekolah.”

“Tidak. Aku melihatnya ada di kantin tadi.”

Dan bla  bla bla. Minseok hanya tersenyum seadanya dan pergi keluar club. Dia berjalan menuju arah belakang sekolah. Dia terus mencari sosok tinggi yang membuatnya resah sekarang. Ponselnya terus dia gunakan untuk menghubungi Kris.

“Kris…’

Suara Minseok yang sedikit ragu membuat namja tinggi yang terlihat sedang menutup matanya itu membuatnya terbuka. Dia menatap tajam Minseok yang sedang berdiri tak jauh darinya. Dia mulai bangkit dan berjalan menghampiri Minseok.

“Kau suka membuat ku khawatir seperti ini, huh?!”

Dia menarik lengan Minseok kasar. Mengeratkan tanganya pada lengan Minseok yang membuat si pemilik lengan sedikit terkejut. Tubuhnya mulai bergetar. Dia tak berani menatap Kris yang sekarang sudah mulai marah padanya.

“Ma-maafkan a-aku Kris.”

Suaranya terdengar sangat lirih. Kris menghela napasnya dan menarikMinseok masuk ke dalam pelukannya. “Kau seharusnya menceritakan kepada ku ada apa sebenarnya Minseok. Aku benar-benar sangat mengkhawatirkan mu.” Minseok mengeratkan genggamannya pada seragam Kris. Air matanya mulai keluar perlahan. “Maaf Kris. Aku tidak akan membuat mu khawatir lagi kepada ku.” Kris semakin mengeratkan pelukannya. Dielusnya rambut Minseok pelan agar Minseok tenang dan berhenti menangis. Luhan, aku akan membuat perhitungan pada mu. tunggu saatnya tiba dan kau akan tahu akibatnya.
.
.
.
Pelajaran terakhir, Luhan terus memainkan bolpointnya dengan cepat. Dia menunggu waktu pulang sekolah yang dia rasa sangat lama sekali. “Cepatlah!” sebuah tangan menghentikan aksi Luhan memainkan bolpointnya. Luhan menoleh pada teman sebangkunya, Chen. “Bisakah kau diam?” bisik Chen. Luhan hanya memberikan senyum bodohnya dan mengucapkan kata maaf pada Chen. Dan jam yang ditunggu Luhan pun datang. Bel pulang sekolah akhirnya berbunyi. Dengan cepat Luhan mengemasi semua bukunya sambil bersiul senang.

“Kau kenapa Luhan?” Tanya Chen.

“Kau terlihat bahagia sekali.” Suara Chanyeol tiba-tiba terdengar.

“Aku hampir mendapatkan sebuah jackpot teman-teman.” Luhan mengembangkan senyum lebarnya.

“Benarkah?” tanya Chen dan Chanyeol bersamaan.

“Kau akan mendapatkan apa? Sebuah uang? Liburan gratis?”

“Lebih dari itu semua. Aku pergi dulu.”

Chanyeol dan Chen langsung membuntuti Luhan dari belakang. Mendengar kata jackpot perasaan Chen dan Chanyeol mulai berbunga-bunga. Mereka mulai berpikir tentang jackpot yang Luhan katakana tadi. Setelah mengtahui Luhan masuk ke kelas sebelah, lebih tepatnya kelas Minseok, mereka berdua menghentikan langkahnya. Chanyeol dan Chen saling memandang satu sama lain. Mereka berdua menggeleng tidak percaya.

“Apakah yang dimaksud Luhan dengan jackot adalah kekasih Kris?”

“Sepertinya begitu.”

“Lebih baik kita pergi sebelum sebuah tragedy mengerikan muncul.”

Ketika Chanyeol dan Chen akan meninggalkan tempat mereka berdiri sekarang, Kris sudah menahan mereka berdua. Tatapan matanya yang tajam membuat Chanyeol dan Chen hanya bisa berdiri kaku seperti sebuah patung.

“Aku mendengar kalian berdua menyebut nama Luhan dan kekasih Kris. Apa maksudnya itu? bisakah kalian jelaskan kepadaku.” Kata Kris dengan nada dingin dan tatapan yang menusuk. Chanyeol dan Chen masih tetap diam. Keringat dingin mulai muncul di pelipis keduanya.

“Kau pasti salah dengar Kris. Kita tidak berkata apa-apa.” Kata Chanyeol sambil tertawa yang dibuat-buat. Disusul Chen yang juga ikut tertawa. “Hahahah kau benar Chanyeol. Kita berdua tidak berkata apa-apa tadi.” Chen menepuk pundak Kris asal.

Kris menatap tajam kearah Chen. Chen hanya memasang senyum polosnya dan menyingkan tangannya dari pundak Kris. “Apa yang kalian berdua lakukan disana?” Chanyeol dan Chen membulatkan kedua matanya. Keringat dingin terus keluar deras saat suara Luhan mulai terdengar.

“Lebih baik kita segera pergi dari sini Chen. Suasananya mulai panas.”

“Kau benar. Ayo kita pergi.”

“Luhan.” panggil Kris santai tapi terdengar penuh dengan syarat tak suka dalam panggilan tersebut. Luhan hanya memberikan senyum ejekannya dan berjalan menghampiri Kris. Kris merangkul Chen dan Chanyeol yang membuat mereka berdua terkejut dengan perlakuan Kris.

“Teman-teman mu sepertinya akan pergi meninggalkan mu sendirian.”

“Itu tidak mungkin Kris. Mereka berdua pasti akan membantu ku.”

Chanyeol dan Chen menggeleng cepat. “Kami berdua ada bimbingan belajar di luar jadi maaf Luhan kami tidak bisa tinggal lebih lama.” Ucap Chen takut. Dia memberikan kode kedipan mata pada Chanyeol agar dia mengikuti apa yang dia katakan. “Benar apa yang Chen katakan tadi. Maafkan kami. Kami harus pergi sekarang.” dengan cepat Chanyeol dan Chen melepaskan diri mereka dari rangkulan Kris dan langsung berlari cepat meninggalkan Luhan dan Kris berdua.

“Bahkan kedua teman mu meninggalkan mu.”

“Baiklah. Untuk kali ini aku tidak bisa mendapatakan apa yang aku inginkan. Dia memang masih milik mu tapi itu hanya sementara Kris.”

Kris hanya menyahuti ucapan Luhan dengan senyum miringnya. Ketika sosok Minseok terlihat dari kejauhan, Kris langsung memanggilnya. “Minseok.” Luhan menoleh ke belakang. Kini sosok Minseok mulai terlihat. Sejak tadi Luhan menunggu di kelas Minseok dan ternyata orang yang Luhan tunggu tidak ada di kelasnya karena dia sedang mengantar buku tugas ke ruang guru. Minseok tersenyum dan berjalan kearah Kris. Sebentar, Minseok mencuri lirikan kearah Luhan. Kris langsung merangkul pundak Minseok dan tersenyum mengejek kearah Luhan.

“See…”

“Aku akan mendapatkannya Kris. Kau lihat saja.”

“Aku bukan barang Luhan. Dan kumohon kepadamu jangan mengganggu ku lagi.” ucap Minseok dingin. Dia mengeluarkan beberapa lembar uang dari saku celananya. “Aku kembalikan uang mu yang kemarin aku pinjam.” Minseok meraih tangan Luhan dan menaruh uang itu pada tangan Luhan. “Ayo Kris kita pergi. Aku lapar.” Minseok memberikan tatapan malas pada Luhan dan dia mulai pergi meninggalkan Kris dan Luhan dengan wajah terkejutnya.

Terdengar suara tawa pelan dari Kris. “Kau lihat sendiri kan. Aku tidak perlu mengeluarkan tenaga ku untuk menyuruhmu menyingkir dari Minseok. Minseok sendirilah yang menyuruh mu pergi darinya.”

Kris mulai berjalan mengikuti Minseok. “Heii Minseok tunggu aku.” Kris berlari pelan mengejar Minseok. Kris berbalik sebentar, melambaikan tangan pada Luhan sebagai ucapan perpisahan.

Dari kajauhan sosok Kris dan Minseok perlahan mulai menghilang dari pandangan Luhan. Luhan masih saja memasang wajah terkejutnya. Tidak mungkin Minseok bersikap sedingin itu pada ku. Tangan luhan mengepal keras. Napasnya mulai memburu cepat. senyum miringnya mulai muncul di wajah tampannya.

“Baiklah kalau itu mau mu Minseok. Aku semakin bersemangat untuk memiliki mu.”


Tbc…


Maaf yaa updatenya lama. .aku bawa lanjutannya juga pendek bgt =_= /maafkun/

Masih baper aja sama kabarnya Luhan yang datang ke Korea buat liburan hahah seharian delulu Xiuhan kumat gara-gara itu xD buat lanjutan U R nya sepertinya masuk daftar waiting room dulu yaa barengan sama ff For You :D

Yang masih pengen lanjut, boleh minta reviewnya? /puppy eyes bareng umin/ :*

Jumat, 29 Januari 2016

ff Kris - Luhan - Xiumin EXO chapter 2 (Photography)

Photography
.
.
Kris – Xiumin – Luhan
.
.
Another member of EXO
.
.
Romance!
BL x BL
.
.
Happy reading~
.
.
Istirahat, lapangan basket yang tadinya sangat tenang kini berubah begitu ramai. Dipenuhi dengan suara perempuan yang menjerit menyebutkan nama orang-orang yang sedang bermain basket sekarang. Kris yang melihat kehebohan tersebut dari pinggir lapangan hanya memasang wajah coolnya.

"Kau tidak mau main kris?" tanya Minseok yang berdiri disampingnya.

"Tidak." Jawabnya singkat.

"Kenapa?" Minseok menoleh melihat Kris.

Kris menghembuskan napasnya dan melihat Minseok. "Aku tidak mau kau sendirian disini." Dia mengedarkan kembali pandangannya melihat permainan basket.

"Bukankah aku sudah biasa menunggu mu bila kau sedang bermain basket."

Kris tidak menjawab. Matanya tiba-tiba menajam melihat seseorang yang berdiri diseberang lapangan sambil membawa kamera yang menggantung di lehernya. "Itu yang salah Minseok. Aku tidak akan membuat mu menunggu ku bermain basket lagi." Kris mengalihkan pandangannya melihat Minseok. "Ayo kita pergi dari sini." Kris langsung menggandeng tangan Minseok dan sedikit menariknya.

Apakah dia yang dimaksud teman-teman ku menyukai Minseok?

Kris terus berjalan tak tentu arah sambil tetap menggandeng tangan Minseok lebih erat. Pikirannya terus berputar tentang orang yang dia lihat tadi. Pria yang sama seperti kemarin. Memotret Minseok disaat Kris sedang bermain basket. Dia tidak akan lagi bisa melakukan hal itu lagi pada kekasih ku.

"Kris kita mau kemana? Mengapa berjalan mu cepat sekali?"

Kris menghentikan langkahnya. napasnya terengah. Memikirkan pria yang menyukai kekasihnya ini membuat pikirannya sedikit kacau. Minseok memandang Kris dengan wajah bertanya. Dia mengusap pipi Kris untuk memastikan keadaanya baik-baik saja.

"Kau tidak apa-apa Kris? Kau kenapa huh?"

Kris memandang Minseok lama. Tangannya menggengam tangan Minseok lembut dan tersenyum. "Aku hanya berpikir, bagaimana kalau ada orang yang mau merebut mu dari ku." Minseok tertawa dan memukul tubuh Kris pelan.

"Itu tidak akan terjadi Kris."

"Mengapa kau berpikir seperti itu?"

"Apakah selama ini ada seseorang yang mendekati ku? mereka semua bahkan hanya menganggap ku teman sekedarnya Kris. Aku hanya dekat dengan mu dan juga teman-teman mu saja kan. Tidak ada orang lain lagi."

Kris hanya tersenyum nyengir/? "Terima kasih Minseok."

"Untuk apa?"

"Semuanya. Semuanya yang sudah kau berikan pada ku."

"Heii seharusnya aku yang berterima kasih kepada mu."

Dari kejauhan, seseorang terus memotret kemesraan Kris dan Minseok. Dia terus membidikan kameranya pada mereka berdua seperti layaknya mereka adalah model baginya. "Apa yang kau lakukan disini?" seseorang menepuk pundaknya. Dia menghentikan aksi memotretnya. Dia menghembuskan napasnya pelan lalu tersenyum miring.

"Mereka. Apakah kalian tidak penasaran dengan hubungan mereka berdua?"

"Mengapa kita harus penasaran?"

"Kris, bukankah dia seseorang yang sangat sulit sekali di dekati. Dia orangnya begitu kasar, pemarah dan juga dingin pada semua orang. Tapi hanya dengan orang itu, Minseok, dia menjadi orang yang berbeda bila dengannya."

"Sudahlah Luhan, kau jangan mengganggu hubungan orang lain."

"Ayo kita pergi dari sini."

Chanyeol dan Jongdae menarik Luhan paksa untuk pergi dari tempatnya sekarang. "Kalian pergilah duluan. Aku masih belum selesai dengan urusan ku." Chanyeol dan Jongdae saling berpandangan. "Urusan apa maksud mu?" Chanyeol mengerutkan keningnya. "Jangan macam-macam dengan Kris, Luhan. Kris tidak akan segan-segan membunuh mu bila kau menggangunya, apalagi bila itu menyangkut dengan Minseok." Luhan menjetikkan jarinya dan tersenyum lebar.

"Itu dia. Aku akan merebut Minseok dari Kris."

"APA?!" sahut Chanyeol dan Jongdae secara bersamaan.

"Kau gila? Kau ingin mati muda huh?" Jongdae memukul kepala Luhan keras.

"Bila kau ingin mempunyai kekasih bilang pada ku. Aku akan mencarikannya untuk mu, tapi tidak dengan Minseok." Chanyeol menatap Luhan tajam.

"Kalian berdua kenapa huh? Aku hanya penasaran dengan hubungan mereka berdua. Itu saja."
Luhan kembali memfokuskan kameranya pada Kris dan Minseok. Tidak ada? mereka berdua kemana? Luhan melihat kedua sahabatnya dengan wajah kesal. "Ini semua karena kalian. Mereka berdua telah pergi." dan Luhan akhirnya pergi meninggalkan Chanyeol dan Jongdae begitu saja.

"Dia sudah gila Jongdae. Aku tidak akan mau membantunya bila Kris benar-benar menghajar dia."

"Aku juga tidak akan membantunya."
.
.
.
Sepulang sekolah, Minseok mendapatkan jadwal membersihkan kelasnya. Dia pergi ke kelas Kris untuk memberitahunya agar dia pulang terlebih dahulu tanpa menunggunya. Kris yang tidak terima langsung membantu Minseok membersihkan kelasnya.

"Pulanglah duluan. Aku bisa melakukannya sendirian."

"Tidak. Aku akan membantu mu."

Minseok menghampiri Kris yang sedang mengelap jendela. Dia sedikit tertawa melihat Kris sekarang. "Dirumah kau tidak pernah melakukan hal seperti ini, tapi disini kau melakukannya." Kris melirik Minseok sebentar lalu menghentikan kegiatannya. "Alasan ku hanya kau Minseok. Bila tidak ada, aku tidak akan mau melakukannya." Seseorang tiba-tiba masuk ke dalam kelas Minseok.

"Kris, Suho mencari mu."

"Ada apa dia mencari ku?"

"Aku tidak tahu."

Kris menoleh kearah Minseok. "Pergilah. Aku tidak apa-apa."

"Baiklah. Aku pergi dulu."

Kris mengacak rambut Minseok asal lalu dia pergi meninggalkan Minseok yang sekarang sendirian di kelas. Ketika Minseok akan kembali melanjutkan membersihkan kelasnya, Luhan tiba-tiba masuk ke dalam kelas Minseok.

"Apa butuh bantuan?"

Minseok menoleh. Dia terdiam sebentar dan memasang wajah polosnya. "Tidak perlu. Sebentar lagi selesai." Luhan berjalan masuk. Minseok yang sudah kembali melanjutkan kegiatan bersih-bersihnya tidak memperdulikan Luhan sama sekali.

"Ngomong-ngomong, nama ku Luhan. Xi Luhan. Aku dari kelas sebelah."

Minseok terus membersihkan kelasnya tanpa menghiraukan ucapan Luhan. Suasana yang terlihat canggung bagi Luhan. "Kau yakin tidak butuh bantuan?" Luhan berjalan mendekati Minseok. Minseok menegakkan badannya dan melihat kearah Luhan. Dia menggeleng. "Tidak perlu. Ini sudah selesai." Minseok meletakkan sapu di pojokan kelasnya lalu berjalan mengambil tasnya dan bersiap untuk pulang. Ketika dia akan berjalan keluar kelas, dia melihat Luhan sebentar.

"Terima kasih sudah menemani ku Luhan. Aku pergi dulu."

"Heii tunggu sebentar."

"Ada apa?"

"Nama mu siapa?"

Minseok tersenyum. "Kim Minseok."

Dan minseok telah menghilang pergi. luhan masih dalam mode diamnya membayangkan wajah minseok yang tersenyum padanya. dia hanya tersenyum-senyum tak jelas dan menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Kim Minseok, aku akan memiliki mu."
.
.
.
Malam harinya, Kris mengerjakan tugas sekolahnya di kamar Minseok. Kamar Minseok yang selalu rapi membuat Kris tersenyum malu melihatnya. Kamar Kris yang terlihat berantakan selalu membuat Minseok enggan untuk masuk ke kamarnya. Minseok memukul kepala Kris dengan pensil yang dia pegang.

"Mengapa memukul ku?"

"Konsentrasi Kris. Kau belajar atau hanya melihat kamar ku saja?"

Kris tertawa pelan lalu kembali melanjutkan menulis salinan tugas Minseok. Oh tidak, ternyata Kris ke kamar Minseok bukan mengerjakan tugasnya melainkan menyalin tugas Minseok yang ternyata memang tugas mereka sama.

"Kris…"

"Eemm.."

"Tadi ada anak kelas sebelah yang menemani ku membersihkan kelas."

Kris menghentikan kegiatan menulisnya. Matanya langsung mengarah ke Minseok. "Siapa?"

"Namanya Xi Luhan."

"Luhan?"

Minseok mengangguk. Dia memandang Kris. "Apa kau mengenalnya? Baru pertama kali ada seseorang yang mau menemani ku seperti tadi."

"Besok aku akan mencarinya."

"Kau jangan macam-macam dengannya Kris. Dia tidak bermaksud jahat kepada ku."

Kris mengacak rambut Minseok gemas. "Tidak Minseok. Aku hanya mau mengenalnya saja."

"Baguslah kalau begitu."

Minseok tersenyum dan kembali mengerjakan tugasnya. Kris terus memandang Minseok sambil tersenyum. Luhan, akan ku pastikan kau pergi menjauh dari Minseok. Setelah mereka berdua selesai mengerjakan tugas mereka, Kris langsung membaringkan tubuhnya di ranjang Minseok.

"Aahh nyamannya." Dia merenggangkan tubuhnya.

"Kris, aku lapar. Aku mau pergi ke supermarket di sebrang jalan."

"Astaga Minseok, makan malam tadi tidak cukup untuk mu?"

"Tenaga ku terkuras habis karena mengerjakan tugas dari Guru Na. Kau enak hanya menyalin tugas ku, makanya tenaga mu masih ada."

Minseok melipat tangannya ke dada dan memasang wajah cemberut. Kris hanya tertawa melihatnya.
"Aku pergi dulu."

Minseok mengambil hoodienya dari dalam lemari dan memakainya. "Minseok kemarilah." Minseok duduk di pinggir ranjang. "Apa?" Kris merangkak duduk di samping Minseok lalu memakaikan topi hoodie yang Minseok pakai.

"Hati-hatilah di jalan anak kucing. Jangan membuat ku menunggu mu terlalu lama."

"Aaisshh kau kira aku masih anak-anak?"

Kris tersenyum lebar. "Aku tidak menyangka kalau kau sudah besar dan pendek."

"Kris!" Minseok memukul Kris pelan. "Aku pergi!" Minseok berjalan dengan wajah cemberutnya.
.
.
.
Minseok terus berputar memilih makanan ringan yang akan dia beli. Dia terus mengambil beberapa makanan dan minuman ringan. Isi keranjang belanjaan yang sudah tak muat lagi membuat Minseok terkejut. Dia tak menyangka kalau dia mengambil makanan ringan begitu banyak.

"Apa kau akan menghabiskan itu semua?"

Minseok langsung melihat orang yang sekarang ada di depannya. "Kau…" Minseok menunjuk orang itu. "Luhan?" Minseok menyebut nama orang yang di hadapannya dengan ragu.

"Kau masih ingat dengan ku, Minseok?"

"Tentu saja. Bukankah baru tadi siang kita berkenalan."

Luhan mengambil salah satu makanan ringan dari keranjang Minseok. "Kau yakin akan menghabiskan ini semua?"

Minseok menghembuskan napasnya dan menggeleng pelan. "Aku tiak yakin. Aku tidak sadar kalau aku mengambil terlalu banyak makanan di keranjang ku."

Luhan tertawa. "Aku bisa membantu mu memakan ini semua."

Minseok memandang Luhan ragu. "Terima kasih Luhan. Kau baik sekali, tapi aku akan mengembalikan setengah makanan ini ke raknya."

"Aku akan membayar semuanya."

Luhan langsung meraih keranjang belanjaan Minseok dan berjalan menuju kasir. Minseok hanya berkedip bingung dengan sikap Luhan. Dia berjalan kearah Luhan ketika Luhan memanggil namanya.

"Mengapa kau membayar makanan ku? bahkan ada dua kantong yang kau bawa."

"Sebagai pesta perkenalan kita. Aku akan menunjukan pada mu tempat yang akan membuat mu terpana. Kita akan menghabiskan makanan ini disana."

"Dimana?"

"Sudahlah ikut saja dengan ku."

Minseok menghentikan langkahnya. Luhan hanya tersenyum memandang Minseok yang masih ragu tentang ajakannya itu. "Tidak apa-apa bila kau tidak mau pergi. Lain kali aku bisa menunjukkan tempat itu pada mu."

"Terima kasih Luhan. Maaf aku tidak bisa ikut dengan mu. Seseorang sedang menunggu ku di rumah, aku tidak mau membuatnya khawatir."

Minseok mengambil kantong makanan dari tangan Luhan. "Terima kasih sudah membayar semua makanan ku. Besok di sekolah aku akan menggantinya. Aku pergi dulu."

Minseok berbalik dan berjalan pergi meninggalkan Luhan yang masih berdiri mematung di tempatnya. "Sepertinya agak sulit untuk mendekatinya."

Sampainya di rumah, Minseok melihat Kris yang kini duduk di depan tv sambil mengganti channel tv yang sama sekali tidak menarik baginya. Minseok mendudukan dirinya di smaping Kris. "Woow kau membeli makanan sebanyak itu." Kris melirik ke kantong makanan yang Minsoek bawa.

"Ini untuk mu." Minseok menyerahkan semua kantong makanannya pada Kris lalu berjalan naik menuju kamarnya. "Heii mengapa ini untuk ku? semuanya?" Minseok mengangguk. "Untuk mu semua." Kris masih memasang wajah bodohnya melihat dua kantong makanan yang ada di pangkuannya sekarang.

Minseok membaringkan tubuhnya di ranjang. Masih memikirkan kejadian tadi ketika bertemu dengan Luhan di supermarket. "Apa dia akan baik-baik saja bila dia seperti itu pada ku?" Minseok memeluk salah satu bonekanya. "Aku hanya tidak mau kejadian yang dulu terulang kembali." Minseok menghembuskan napasnya. Dia menutup matanya dan mulai menidurkan dirinya.


Tbc…

Sabtu, 02 Januari 2016

ff XiuHan/LuMin - U R Chapter 1

U R
.
.
XiuHan – LuMin
Xiumin – Luhan
.
.
Romance
BL!!
.
.
Happy reading~
.
.
.

Hal yang membuat ku begitu senang berkerja seperti ini adalah aku bisa melihatnya. Orang yang pertama kali membuat jantung ku berdebar tak karuan. Orang yang membuat ku tak bisa tidur nyenyak setiap malam. Orang yang selalu membuat ku selalu tersenyum setiap hari. Orang yang membuat ku tak fokus pada apapun. Orang itu, orang itu, orang itu selalu orang itu. Aku bahkan tidak tahu pesona apa yang dia pancarkan sehingga membuat ku menjadi orang yang bahagia didunia ini, menurutku.

Hari ini aku menunggu kedatangan dia. Menyapa ku dengan senyumannya. Membayangkannya saja sudah membuat jantungku berdetak kencang. Aku malu sendiri. Dari kejauhan aku bisa melihatnya berjalan santai ke arah ku. Aku harus mempersiapkan jantung ku bila dia tiba-tiba mengajak ku berfoto. Ayolah jangan bermimpi!! Berfoto bersama dengan ku dengan penampilan seperti ini?!
Dia mulai mendekat. Aku melihatnya dibalik lubang kecil ini. Meskipun tidak begitu jelas melihat wajahnya, tapi aku bisa melihat dia sedang tersenyum sekarang. Melihat dia tersenyum lebar seperti itu membuat ku begitu nyaman. Sepertinya pipi ku mulai merona sekarang.

“Haiii anak rusa. Setiap hari kau sangat lucu sekali.”

Dia berkata aku sangat lucu? Aku tidak salah dengar kan? Dibilang lucu saja aku sudah tersipu apalagi bila dia mengatakan ‘aku mencintai mu’. Aku menepis angan-angan ku tentang itu. Apa-apan aku berpikir demikian? Sudah lupakan saja tentang perasaan ini.

Aku melihatnya mengeluarkan ponselnya dari saku jaketnya. Sepertinya ada yang menelponnya. Aku sedikit mendekat padanya agar bisa mendengar pembicaraan dia dengan orang yang menelponnya ini. Bagi ku orang yang menelpon dia benar-benar mengganggu waktu berdua ku dengannya.

“Kau jangan menangis Jaemin. Aku nanti akan menjemputmu setelah kau sembuh.”

Siapa Jaemin?

“Sudah kubilang jangan memanggil ku noona. Aku ini namja.”

Mendengarnya berkata bahwa dia adalah namja membuat ku ingin tertawa. Bagaimana seorang namja bisa memiliki wajah begitu manis layaknya yeoja sepertinya. Aku berpikiran sama dengan orang yang menelponnya, memanggil dirinya noona.

“Kau ingin apa? Rusa? Apa maksudmu dengan rusa?”

Aku tersentak. Rusa? Mengapa dia berkata rusa? Aku melangkah pelan agar sedikit menjauh darinya. Aku meliriknya sekilas. Dia melihat kearah ku. Apa yang terjadi huh? Lalu dia mulai tersenyum dan berjalan mengahampiri ku.

“Aku bersama dengan rusa sekarang. Mereka menyebutnya anak rusa. Baiklah aku akan berfoto dengannya dan mengirimkan fotonya pada mu. Tunggu sebentar.”

Berfoto dengan ku? aku tidak bermimpi kan? Bagaimana ini aku tidak siap berfoto dengannya. Mengapa harus dengan penampilan seperti ini juga? “Baiklah anak rusa, bolehkah aku berfoto dengan mu?” bagaimana? Bagaimana ini? aku mengangguk pelan lalu sebuah senyum manis dia perlihatkan. Dia memanggil seseorang yang lewat di depan kami dan menyuruhnya untuk memfoto ku dengan dirinya.

Setelah selesai berfoto dia berterima kasih pada orang yang tadi memfoto kami. Dia melihat hasil fotonya dan kembali aku melihat senyum lebarnya. Ohh astaga kenapa senyumnya selalu tidak bisa membuat ku tenang? Mengapa aku selalu luluh melihat senyumannya? Dia menghampiri ku dan memperlihatkan foto itu pada ku.

“Kau lihat. Fotonya sangat bagus. Kau sangat lucu sekali. Pasti Jaemin akan menyukainya. Aku tidak tahu mengapa dia tergila-gila dengan hal-hal yang berbau rusa.”

Aku mendengar dia sedikit tertawa saat menyebut kata rusa. Bila aku bisa membuat mu tertawa dan tersenyum setiap hari aku akan selalu melakukannya untuk mu. Dibalik kostum ini aku tersenyum memandanginya. “Apakah kau bisa menjadi milik ku baozi?”

Tiba-tiba dia menoleh kepada ku. Memperlihatkan wajah polosnya yang terlihat bingung. Mengapa aku begitu bodoh mengatakan hal itu? Aaaiiisshh mulut ku!!! Lain kali kau harus lebih hati-hati lagi bila ingin berkata saat bersama dengannya. “Apakah kau mengatakan sesuatu anak rusa?” aku terus mengumpat dalam hati. Aku melambaikan kedua tangan ku padanya. “Mungkin hanya pendengaran ku saja yang terlalu peka. Hahaha…”

Aku menurunkan kedua tangan ku lesu. Seandainya aku bisa bertemu dengan dia tanpa menggunakan kostum ini. Aku ingin sekali mengenal dia lebih jauh lagi. Apakah aku bisa? Saat aku terus melamun dengan harapan ku sendiri, tanpa aku sadari dia memeluk ku. Aku mundur selangkah karena yahhh aku benar-benar terkejut dengan sikapnya yang tiba-tiba memeluk ku.

“Terima kasih hari ini sudah membuat ku bahagia. Jaemin pasti akan menyukai mu.”

Dia melepaskan pelukannya. Jujur saja aku tidak suka saat dia melepaskan pelukannya ini. dan dia menyebut nama Jaemin lagi? Siapa sebenarnya Jaemin itu? Apakah dia kekasih mu? Hati ku tiba-tiba menjadi sakit memikirkan bahwa dia sudah memiliki seorang kekasih sekarang.

“Aku akan pergi. Sampai bertemu besok anak rusa. Jangan bekerja terlalu keras. Istirahatlah.”
Dia akhirnya pergi meninggalkan ku. Aku terus melambaikan tangan ku padanya sampai aku tak melihat sosoknya lagi. Aku akan terus menunggu mu baozi.



Tbc…


Holla~~ akhirnya bisa ngpost ff Xiuhan lagi di blog juga setelah lama hiatus tak menyentuh blog ini kkkk~