Senin, 21 Maret 2016

ff Kris - Xiumin - Luhan EXO (photography chap.4 - INA)

Photography
.
.
Kris – Xiumin – Luhan
.
.
Another member of EXO
.
.
Romance!
BL x BL
.
.
Happy reading~
.
.
Hari minggu, hari yang sangat membahagiakan bagi anak-anak sekolah pada umumnya. Hanya di beri libur sekolah satu hari saja sudah membuat anak sekolahan seperti Kris dan Minseok bisa bernapas lega. Tidak ada yang namanya berpikir keras soal pelajaran ataupun mengerjaskan tugas sekolah.

"Kau akan ikut atau tidak Kris? Aku akan berangkat sekarang." kata Minseok sambil mengguncang tubuh Kris pelan. Kris yang masih bergelut dengan selimutnya hanya memandang Minseok malas. Dia melirik jam digital disampingnya. "Ini masih jam setengah 5 pagi Minseok." Ucap Kris malas. "Baiklah kalau kau tidak mau ikut, aku akan lari pagi sendiri saja." Ketika Minseok akan pergi, Kris menahan tangan Minseok "Baiklah aku akan menemanimu. Tunggu sebentar." Kris menarik Minseok untuk duduk di pinggir ranjangnya. "Aku tidak memaksa mu Kris." Kris hanya mengusap kepala Minseok lembut lalu beranjak dari kasurnya. "Aku akan bersiap-siap sebentar."

Setelah selesai menunggu Kris, kini mereka berdua telah keluar dari rumah. Kris memandang langit yang masih belum menampakan mataharinya. "Kau lihat, bahkan bintang saja masih terlihat." Minseok hanya tersenyum melihat Kris yang sejak tadi berkacak pinggang memandang langit. "Bukankah sudah ku bilang kalau aku tidak memaksa mu untuk ikut lari pagi dengan ku." Minseok mulai berjalan meninggalkan Kris. "Lalu mengapa kau membangunkan ku bila kau tidak memaksaku untuk ikut lari pagi dengan mu?" Kris mengikuti langkah Minseok pelan.

"Kalau begitu kau bisa kembali lagi ke rumah dan tidur lagi dengan selimut mu." Minseok menjulurkan lidahnya kearah Kris kemudian dia mulai berlari kecil untuk menghindari amukan Kris. Dan mulailah aktivitas minggu pagi mereka dengan lari pagi yang terlihat seperti aksi kejar mengejar seorang pencuri. Hanya berlari beberapa jarak, Minseok menghentikan larinya. Dia menoleh kearah belakang melihat sosok Kris yang tiba-tiba menghilang. Napasnya yang masih tersengal-sengal ditambah dengan perubahan wajahnya yang tiba-tiba khawatir karena orang yang mengejarnya tiba-tiba saja tidak ada. Minseok terus menoleh kesana kemari mencari sosok Kris.

"Kemana dia pergi?"

Tiba-tiba seseorang memeluknya dari belakang. "Kena kau anak kucing." Suara berat Kris dan pelukannya yang secara tiba-tiba itu membuat Minseok sedikit terkejut. "Kau mengagetkan ku Kris." Kris hanya tertawa dan memeluk Minseok semakin erat.

"Bisakah kau lepaskan pelukanmu Kris? nanti orang-orang akan melihat kita."

"Tidak. Mereka tidak akan melihat kita. Ini masih sangat pagi untuk bangun. Disini hanya ada kita berdua saja."

Minseok membalikan tubuhnya menghadap Kris. "Aku ingin menanyakan sesuatu kepada mu." ucap Minseok dengan tatapan yang dibuat begitu tajam. Kris hanya tertawa melihat wajah Minseok yang begitu imut. Bukannya takut dengan tatapan tajam Minseok, Kris malah ingin sekali mencubit pipi Minseok yang bulat yang kini terlihat rona merah menjalar di sekitar tulang pipinya.

"Memangnya apa yang mau kau tanyakan?"

"Sebenarnya hubungan kita ini apa?"

Pertanyaan Minseok membuat Kris langsung terdiam seketika. Dia melepaskan pelukannya. Kris berbalik memunggungi Minseok yang masih setia memandanginya.

"Mengapa kau tiba-tiba bertanya hal seperti itu?"

"Aku hanya ingin tahu saja. Semua anak di sekolah selalu berkata kalau aku adalah kekasih mu. Awalnya aku terkejut mendengarnya dan ingin sekali bertanya kepada mu tentang hal itu, tapi aku tahu alasan mu mengatakan hal itu kepada semua anak-anak di sekolah. Kau hanya tidak ingin kejadian ketika smp dulu terjadi lagi kan?"

Minseok meremas lengan jaket Kris. Dia menundukan kepalanya. Terlihat ada guratan takut dan sedih di wajahnya. Kris berbalik dan langsung memeluknya sangat erat. "Waktu itu aku memang masih belum bisa menerima mu menjadi saudara ku Minseok, bahkan saat kau menjadi murid baru di sekolah ku, aku bersikap mengacuhkan mu dan tidak melindungi mu sama sekali. Hingga kejadian itu terjadi dan membuat ku tersadar kalau aku adalah saudara yang sangat buruk bagimu. Sejankejadian itu, aku langsung berjanji kepada diri ku sendiri bahwa aku akan selalu melindungi dirimu meskipun harus merelakan diri ku sekalipun yang menjadi tamengnya."

Minseok mengangkat wajahnya melihat wajah Kris. "Aku sangat berterima kasih dengan semua yang kau lakukan Kris." Minseok tersenyum manis menampilkan deretan giginya yang rapi. Kris memandang Minseok sayang. "Jadi, anak kucing ini hanya menjadi milik Kris seorang. Bukan milik orang lain." Kris mencium kening Minseok lembut. "Tapi sepertinya Luhan yang akan menjadi saingan mu saat ini?" Wajah Kris seketika berubah kecut ketika Minseok menyebut kan mana Luhan di sela-sela percakapan mereka. Minseok hanya tertawa melihat ekspresi Kris yang tiba-tiba berubah masam.

"Itu tidak akan membuat ku takut. Bukankah kau sudah menyuruhnya untuk tidak mendekati mu lagi?"
Minseok mengangguk pelan.

"Kau benar, tapi aku melihat kalau Luhan bukan orang yang mudah menyerah begitu saja. Dia pasti akan terus mendekati ku lagi."

"Aku tidak akan menyerahkan mu pada siapapun juga termasuk pada Luhan."

Minseok kembali menyembunyikan kepalanya di dadanya Kris. "Bahkan sekarang kita terlihat seperti sepasang kekasih Kris." Kris tersenyum lebar. "Bila kau memang menginginkan hal itu terjadi, aku akan menerimanya dengan senang hati." Kris mengelus kepala Minseok pelan. "Hal itu hanya akan terjadi dalam mimpi mu saja." Minseok memukul dada Kris pelan lalu keduanya pun tertawa bersama setelahnya.
.
.
.
Pukul setengah tujuh pagi, Kris dan Minseok mulai kembali ke rumah mereka. Dari kejauhan, terlihat seseorang sedang berdiri di depan rumah mereka. "Bukankah itu Suho?" Kris memicingkan matanya untuk memastikan ucapan Minseok. "Apa yang dia lakukan di depan rumah kita sepagi ini?" Minseok mengangkat bahunya tak tahu. "Hanya Suho yang tahu tentang hubungan kita yang sebenarnya Minseok." Minseok menoleh kearah Kris. Kerutan halus terlihat di keningnya. "Kau menceritakan semuanya kepadanya?" Kris tersenyum lalu mengacak rambut Minseok asal. "Aku menceritakan semuanya. Sudahlah, ayo kita pulang." Kris merangkul pundak Minseok dan menariknya.

"Suho. Heii…" Sapa Minseok ketika mereka sudah berada di depan rumah. Suho menampilkan senyum manisnya saat orang yang dia tunggu tiba-tiba muncul. Wajahnya sedikit terkejut ketika melihat Kris merangkul pundak Minseok lalu dia tersenyum kembali.

"Apa kau mencari ku?" tanya Kris dan Suho hanya menjawab dengan anggukan kepala.

"Ayo kita masuk. Sarapan sudah menanti kita."

Minseok melepaskan rangkulan Kris dari pundaknya dan berjalan masuk ke dalam. "Tidak. Aku hanya ingin berbicara dengan Kris sebentar saja." Minseok dan Suho melihat kearah Kris.

"Kau tidak ingin sarapan bersama kami?"

"Tidak Kris, terima kasih. Lain kali aku akan menerima tawaran mu bila kau masih menawarkannya." Suho tertawa canggung. Kris melihat Minseok yang masih berdiri di ambang pintu. "Kau masuklah duluan." Minseok mengangguk lalu memberikan senyuman manis kepada Suho sebelum dia masuk kedalam.
.
.
.
Minseok masuk ke dalam rumah dan langsung mendudukan dirinya di kursi meja makan. Wajahnya terlihat takjub dengan semua makanan yang tersedia di meja makan pagi ini. "Waahh makanannya banyak sekali. Tumben sekali ibu memasak makanan banyak pagi ini?" Minseok mengambil salah satu makanan kesukaannya. "Hemm ini enak sekali." Dia langsung memakan sarapannya dengan lahap.

"Minseok." Panggil ibunya. Minseok hanya menanggapi panggilan ibunya dengan dehaman pelan . Dia masih sibuk mengunyah makanannya. "Apakah kau lupa dengan hari ini?" sambil tetap mengunyah, Minseok berusaha untuk berbicara. "Memangnya ada apa dengan hari ini ibu?" Ibunya menghentikan tangan Minseok yang akan mengambil lauk lagi. Minseok melihat wajahnya ibunya sambil berkedip lucu.

"Hari ini peringatan kematian orang tua mu sayang."

Wajah Minseok tiba-tiba berubah datar. Dia meletakan sumpitnya dan meminum air sampai habis. Dia terdiam sebentar mengatur napasnya. "Jadi karena itu ibu memasak makanan sebanyak ini? Bahkan aku sebagai anaknya sampai lupa dengan hari terpenting dalam hidup ku."

Minseok tersenyum kecut menatap semua makanan di atas meja. Beberapa kali dia menghela napasnya. "Aku sudah selesai makan." Minseok mulai bangkit dari kursinya. Dia sudah tidak berselera lagi untuk sarapan. Perkataan ibunya tentang mengingatkan hari peringatan kematian orang tuanya membuat Minseok kembali memutar memori masa kelamnya dulu.

"Aku akan bersiap-siap ke makam ayah dan ibu."

"Minseok, ibu akan menemani mu kesana."

Minseok melihat ibunya. Wajah ibunya, bukan itu bukan ibu kandungnya melainkan ibu kandung Kris. Dia sudah terbiasa memanggil ibu Kris dengan sebutan ibu sejak dulu tapi itu juga membutuhkan waktu bagi Minseok untuk memanggilnya dengan sebutan ibu. Minseok begitu merindukan sosok ibu kandungnya sendiri. Minseok menggeleng pelan, menolak tawaran ibunya.

"Tidak usah ibu. Aku akan kesana sendirian saja."

"Ini pertama kalinya kau kesana sendirian kan? Kau benar ingin sendirian saja? Kris bisa menemani mu."
Minseok kembali menggeleng menolak tawaran ibunya. "Tidak perlu. Aku ingin sendiri saja." Minseok berbalik dan berjalan perlahan menuju kamarnya. Ibu Kris hanya bisa diam memandang Minseok dengan wajah lesu.
.
.
.
Minseok sudah bersiap untuk pergi ke pemakaman ayah dan ibunya yang tempatnya lumayan jauh dari rumahnya. Sekali lagi ibu Kris menawarkan agar Kris menemaninya pergi ke pemakanman orang tuanya. "Tunggulah Kris sebentar lagi sayang. Ibu tidak ingin kau kenapa-kenapa di jalan nanti. Kris bisa melindungi mu." Minseok hanya tersenyum lalu memeluk ibunya. "Aku berangkat dulu ibu. Ibu jangan khawatirkan aku. Aku sudah besar dan bisa menjaga diri ku sendiri." Sebelum Minseok pergi, dia mencium pipi ibunya terlebih dahulu.

Minseok mampir ke sebuah toko bunga dan membeli sebouqet bunga mawar untuk makam orang tuanya. Dia tersenyum melihat bunga yang dia bawa. "Bunganya sangat cantik." Tiba-tiba suara seseorang terdengar di telinga Minseok. Dia menoleh ke sumber suara dan mendapati Luhan ada di sampingnya sekarang. Minseok sedikit terkejut dengan kehadiran Luhan secara tiba-tiba.

Sejak kapan Luhan ada disini? Apakah dia membuntuti ku?

Minseok memandang Luhan heran. Orang yang dipandang hanya menampilkan senyum lebarnya terus. "Kau mau pergi kemana Minseok? Setelan jas yang rapi ditambah kau membawa sebouqet bunga mawar. Apakah kau akan pergi kencan?" Minseok semakin memandang Luhan heran.

Bila aku meladeni dia, bisa-bisa aku tidak jadi ke makam ayah dan ibu.

Minseok memasang wajah datarnya. Dia tidak menghiraukan ucapan Luhan sama sekali. Dia mulai berjalan meninggalkan Luhan. "Dia benar-benar akan berkencan? Denga siapa?" Luhan mengejar Minseok yang kini sudah mulai menaiki bus kota. Dengan napas yang tersengal-sengal Luhan masih bisa menampilkan senyumnya untuk Minseok. Dia kemudian mendudukan dirinya di samping Minseok yang sama sekali tak memandangnya.

"Aku bisa mengejar mu Minseok."

Minseok hanya menghela napasnya dan memandang keluar jendela. Dia berpura-pura tidak melihat Luhan yang jelas-jelas ada di sampingnya. Dia berpura-pura menulikan pendengarannya yang jelas-jelas Luhan berbicara kepadanya. Luhan yang tak kuat dengan sikap Minseok yang terus saja mendiaminya kini dengan gemas dia mulai mengeluarkan suaranya lagi.

"Ayolah Minseok, sampai kapan kau akan terus mendiami ku seperti ini?"

Minseok terus diam memandang keluar jendela.

"Baiklah. Kalau itu mau mu. Terus saja kau mendiami ku, aku akan terus mengganggu mu sampai kau mau berbicara dengan ku."

Luhan melipat tangannya dia dada. Dia memasang wajah sedikit cemberut. Minseok lagi-lagi tidak menggubrisnya. Dia terus diam.
.
.
.
Bus mulai berhenti di halte selanjutnya. Minseok mulai berdiri dan menghambur pergi meninggalkan Luhan. Luhan menatap Minseok tak percaya. Dia langsung bergegas menyusul Minseok turun dari bus.
Luhan melihat sekeliling tempat dimana dia berada sekarang. Dia merasa asing dengan tempat yang dia telusuri. Luhan memutuskan untuk membuntuti Minseok dari belakang. Matanya membulat ketika melihat Minseok masuk ke sebuah pemakaman. Luhan berhenti sebentar untuk melihat gerbang masuk tempat pemakaman orang tua Minseok di semayamkan.

"Siapa yang meninggal?"

Luhan kembali melanjutkan langkahnya. Dia hanya melihat Minseok dari kejauhan ketika Minseok mulai memberikan penghormatan pada kedua makam yang ada di hadapannya. Kening Luhan berkerut. Dia terus memperhatikan Minseok dari kejauhan.

Setelah selesai, Minseok mulai berjalan menuju rumah duka dimana abu ayah dan ibunya di simpan. Luhan kembali membuntuti Minseok. Dia tidak mau sampai kehilangan sosok orang yang dia sukai.
Minseok hanya memandang foto kedua orang tuanya dari balik lemari kaca. Luhan yang sejak tadi penasaran siapa orang yang Minseok kunjungi di tempat pemakaman ini, dengan berani dia mendekati Minseok. Luhan melihat sebingkai foto sepasang suami istri saling berpelukan erat. Apakah itu orang tua Minseok? Luhan kini beralih memandang Minseok. Wajahnya tidak menampilkan ekspresi apapun. Hanya kosong dan datar yang terlihat di wajahnya.

"Aku merindukan mereka."

Luhan terdiam. Dia tidak tahu apa yang akan dia ucapkan. Dia hanya bisa mengikuti Minseok, memandang foto orang tua Minseok. Beberapa menit mereka terdiam hingga suara Minseok memecah keheningan.

"Ayo kita pergi."

Minseok melangkah pergi keluar dan Luhan membuntutinya lagi. Kini mereka berdua berjalan secara bersamaan. Luhan kini tahu apa yang membuat Minseok berdandan rapi dengan setelan jas dan membawa sebouqet bunga mawar. Luhan tersenyum miring ketika dia mengingat perkataannya di depan toko bunga tadi. Pergi berkencan kata ku. Kau benar-benar bodoh Luhan.

"Kau ingin jalan-jalan Lu?"

Luhan hanya memadang Minseok khawatir. Minseok hanya tertawa pelan melihat wajah Luhan. "Kau tenang saja. Aku baik-baik saja Luhan."

Luhan tiba-tiba menarik Minseok dan memeluknya. "Aku tidak tahu kau ini sedang berakting atau tidak, tapi aku tahu kau ingin menangis sekarang. Jangan menahannya Minseok. Keluarkan semua tangisan mu agar kau merasa lebih baik." Luhan semakin memeluk Minseok erat. "Bahkan kau juga tidak bisa tertipu Luhan." Luhan melepaskan pelukannya. Menangkupkan pipi Minseok yang bulat. "Aku siap menjadi sandaran mu bila kau membutuhkannya Minseok." Mata Minseok mulai berkaca-kaca. Terdengar isakan kecil muncul dari bibirnya. Luhan kembali membawa Minseok masuk ke dalam pelukannya.

Tbc…


Thank you for : Xiao Neko-chan, elfishminxiu, Wu Yi Xiu, CiElAnGel, feyy, minminxiu, milkbubble, shinta. lang,xiaolong26, Jiji Park dan buat yang udah fav sama follow ini ff ^^

Semakin gag jelas ae ini cerita -_- heheh~ mau di lanjut gag nih?

Review pliss~ ^^