Senin, 29 Desember 2014

FF XiuHan-LuMin Couple

Really I Didn’t Know
-
-

This is story about XiuHan couple

Xiumin-Luhan

“Yaoi”

-
-
-

Maafkan saya bila judul dan isi cerita kgag nyambung sama sekali xD wkwkwk~

Kgag suka mending kgag usah baca. No ada bash!!!

-
-
-

Hari ini ingin sekali aku membolos pelajaran bahasa asing. Aku sama sekali tidak menyukai pelajaran ini. Pelajaran yang membuatku mengatuk dan pasti selalu aku terkena hukuman diakhir pelajaran ini karena kebiasaan ku tertidur pada saat pelajaran ini sedang berlangsung. “Kim Minseok bisakah kau ke perpustakaan mengambil 1 novel berjudul Always be My Side?” sedikit terkejut karena nama ku dipanggil oleh Nam seonsangnim disaat aku akan memulai tidur ku. Dengan malas aku berdiri dan beranjak ke luar kelas. “Baiklah seonsangnim.”

Sampainya di perpustakaan aku langsung mencari novel yang Nam seonsangnim suruh. “Aigoo…mengapa novelnya berada diatas sendiri. Aku tidak dapat meraihnya.” Aku terus berusaha menggapai novel itu. “Ayolah kumohon aku bisa menggapaimu.” Tiba-tiba ada sebuah tangan yang meraih novel itu. Pelan aku membalikkan tubuh ku menghadap ke orang yang mengambil novel yang ku cari. “Luhan.” aku membulatkan mata ku. “Bisakah kau kembalikan novel itu kepada ku? Terima kasih kau sudah membantu ku mengambilnya.” Aku meraih novel yang Luhan pegang tapi Luhan menahannya agar aku tidak dapat mengambil novel itu. “Mengapa kau tidak melepaskannya? Nam seonsangnim menyuruhku mengambil novel ini Luhan.” Luhan mendorong ku pelan dan menatapku tajam. ‘Ada apa dengannya? Mengapa sikapnya aneh seperti ini?’ dalam hati aku bertanya. “Mengapa kau menatap ku seperti itu Luhan? Apa yang salah dengan ku?” dia mendekatkan wajahnya dengan wajah ku. “Always be my side Minseok.” Luhan semakin mendekat dan sepertinya dia akan menciumku. Aku berusaha bersikap tenang. ‘Mengapa jantung ku berdebar kencang seperti ini?’ aku menutup mataku rapat. “Luhan maafkan aku. Aku harus pergi sekarang.” Aku mendorong Luhan menjauh dari ku dan dengan cepat aku berlari keluar dari perpustakaan.

-
-

“Minseok-ah ada yang mencarimu.”

“Siapa?”

“Luhan mencari mu. Dia menunggumu di luar.”

Aku langsung keluar kelas. Setelah benar adanya Luhan menungguku di depan kelas aku menghampirinya. “Ada apa kau mencariku?” aku masih mengingat kejadian tadi di perpustakaan dan sekarang aku sedikit memberi jarak padanya tapi luhan dengan cepat dia meraih tangan ku dan menarik ku pergi menjauh dari kelas.. Aku tidak tahu mengapa sikap Luhan akhir-akhir ini sangat aneh.

“Kenapa kau menarik ku kemari? Bukan kah kita bisa berbicara santai dikantin seperti biasanya.”

Dia mengeluarkan benda persegi seperti tempat cicin. Dia membukanya dan memang benar itu adalah sepasang cicin. Tapi mengapa dia mengeluarkan sepasang cicin? Dia tiba-tiba meraih tanganku dan memakaikan salah satu cicin ke jari manis ku. Dia melakukan hal yang sama pada jari manisnya sendiri.

“Cicinnya cantik sekali. Aku menyukainya.” Aku tersenyum kepadanya tapi hal yang berbeda justru Luhan menatapku tajam seperti yang dia lakukan tadi di perpustakaan.

“Apakah aku salah berkata?”

“Cicin itu memang cantik tapi itu bukan untuk mu.”

“Apa maksudmu bukan untuk ku? Mengapa kau memasangkan cicin ini ke jari manis ku kalau bukan untuk ku.”

“Aku hanya ingin melihat apakah cicin itu bagus atau tidak bila dipakai dijari manis seseorang.”

“Lalu untuk siapa cicin ini sebenarnya?”

“Untuk Sehun.”

“Sehunnie? Untuk Sehun?”

“Benar. Cicin itu untuknya.”

Bagaikan sebuah pisau yang saat ini sedang menusuk hatiku. Hati ku benar-benar sangat sakit mendengar Luhan berkata seperti itu. Aku berusaha untuk tidak menangis. Aku tidak ingin air mataku keluar sekarang.

“Tentu saja Sehun sangat cocok sekali menggunakan cicin ini. Apakah kau akan menyatakan perasaan mu padanya?”

“Benar. Sepulang sekolah aku akan menyatakannya.”

Aku sudah tidak kuat lagi. Mungkin sekarang mataku sudah terlihat berkaca-kaca. Aku melepaskan cicinnya dan mengembalikannya kepada Luhan.

“Bila tidak ada yang ingin kau katakan lagi, aku pergi dulu.”

Aku berjalan cepat agar aku bisa pergi dari hadapan Luhan. Aku tidak ingin dia melihatku menangis seperti ini.

-
-
-

Malam harinya aku tidak bisa tidur. Aku terus memikirkan kejadian tadi siang diatap sekolah. “Ohh baiklah Luhan kau telah mengacaukan tidur malam ku sekarang. Aku tidak bisa tidur gara-gara kajadian tadi.” Aku berusaha menutup mataku sampai ketika suara handphone ku berbunyi. Aku melihat nama Sehun tertera dilayar handphone ku.

“Ada apa Sehun-ah?”

“Hyung kau pasti tidak menyangka apa yang akan aku ceritakan kepadamu.”

“Memangnya kau kenapa?”

“Besok pagi saja saat di sekolah aku akan menceritakannya kepadamu hyung.”

“Baiklah.”

Sambungan terputus. Meskipun kau tidak menceritakannya aku sudah tau apa yang akan kau ceritakan kepadaku besok. Kembali aku berusaha untuk terlelap malam ini.

-
-
-

“Minseok hyung….” Aku mendengar Sehun memanggil ku dari kejauhan. Aku menoleh kebelakang. Dia berlari kecil menghampiriku. “Selamat pagi hyung.” Dia tersenyum manis pagi ini. Tentu saja aku tahu alasannya mengapa dia tersenyum seperti itu.  “Coba kau lihat hyung. Cicin ini bagus tidak?” dia memperlihatkan cicin yang kemarin aku pakai kepadaku. Aku berpura-pura tidak tahu tentang hal ini.

“Wahh cicinnya sangat cantik sekali. Kau dapat dari mana?”

“Luhan hyung yang memberikan cicin ini. Dia kemarin menyatakan perasaannya kepadaku sepulang sekolah dan memberikan cicin ini kepadaku. Luhan hyung juga memiliki cicin yang sama seperti ini. Seperti couple ring.”

“Benarkah begitu? Selamat kau akhirnya memiliki kekasih Sehun.”

Saat aku dan Sehun sedang asik mengobrol tiba-tiba Luhan melewati kami berdua. Sehun yang melihat Luhan langsung berlari kecil mengejarnya. “Luhan hyung tunggu. Minseok hyung kita sambung lagi nanti saat istirahat.” Aku hanya bisa tersenyum melihatnya. Aku tidak tahu apa yang aku rasakan saat ini. Cemburu? Mengapa aku harus cemburu dengan hal seperti itu. Bukankah aku tidak memiliki perasaan apa-apa pada Luhan. Aku menepis perasaan gusar pada diriku.

-
-
-

6 bulan berjalan hubungan HunHan dan itu semakin membuatku menahan perasaan sakit sampai sekarang. Menangis sendiri dalam diam di malam hari, tersenyum yang selalu aku paksakan setiap kali dihadapan mereka. Sampai kapan aku harus menahannya? Aku mengakui sekarang bahwa aku mencintai Luhan. Aku sudah mencintai Luhan jauh sebelum Sehun mencintainya.

“Hyung bisakah kau menjenguk Luhan hyung sehabis pulang sekolah nanti?”

“Apakah Luhan sakit?”

“Iya. Semalam Luhan hyung terkena demam tinggi. Sepulang sekolah aku tidak bisa menjenguknya karena aku ada tambahan pelajaran.”

“Benarkah? Baiklah aku akan menjenguknya sepulang sekolah nanti.”

-
-
-

Sudah lama aku tidak kemari. Rumah Luhan sama sekali tidak ada yang berubah. Aku berjalan mengikuti pelayan yang mengantarku ke kamar Luhan.

“Apakah Luhan sedang istirahat sekarang?”

“Iya. Tuan Luhan baru saja meminum obatnya dan sekarang sedang tertidur.”

“Ahh begitu. Baiklah aku hanya ingin melihat keadaannya sebentar saja.”

“Baiklah tuan.”

Setelah pelayan itu pergi aku masuk ke kamar Luhan. Aku melihatnya sangat terlelap sekali. Aku duduk disampingnya. Melihat wajahnya dengan lekat dan menggenggam tanganya. “Syukurlah kau baik-baik saja Lu. Aku sangat khawatir saat Sehun berkata kalau semalam kau demam tinggi. Kau cepatlah sembuh agar aku dapat melihat kembali senyuman mu.” Aku melepaskan genggaman tangan ku dan merapikan selimut Luhan. Saat aku akan pergi tangan Luhan menahanku. Aku terkejut dan menoleh kearahnya. “Bila kau mengkhawatirkan ku mengapa kau akan pergi meninggalkan ku?” Luhan sedikit menarik ku untuk kembali duduk disampingnya. “Apakah kau belum tidur?” dia hanya tersenyum. “Istirahatlah. Kau masih terlihat begitu lemas.” Tiba-tiba Luhan memeluk ku. “Jangan pergi Minseok. Tetap disini. Temani aku disini.” Aku melepaskan pelukannya. “Baiklah baiklah aku akan tetap disini. Sekarang istirahatlah.” Dia kembali tersenyum. Luhan menggenggam tangan ku erat dan tetap memperlihatkan senyumnya.

“Apakah kau akan tersenyum seperti itu terus?”

“Tentu saja. Bukankah kau sendiri yang bilang ingin melihat senyum ku.”

“Sudahlah. Aku sudah melihat senyum mu sekarang.”

“Minseok-ah bisa kah kau juur kepada ku?”

“Jujur tentang apa?”

“Perasaan mu kepadaku.”

“Apa maksudmu? Aku tidak tahu.”

“Apakah kau mencintaiku?”

“Mengapa kau bertanya seperti itu?”

“Aku tahu kau berbohong tentang perasaan mu kepadaku Minseok. Kau tersenyum seperti itu, senyum yang kau paksakan. Aku tahu kalau kau menahan perasaan sakit sudah lama. Sekarang aku ingin meyakinkan perasaan mu. Apakah kau mencintaiku?”

Aku menatap Luhan lama sambil memikirkan apa yang akan aku jawab. Tentang perasaan ku kepadanya? Tentu saja aku sangat mencintai mu Luhan. Tapi aku tidak ingin membuat hubungan mu dan Sehun hancur hanya karena aku mengatakan perasaan ku yang sebenarnya pada mu. Tapi aku tidak bisa berbohong tentang perasaan ku ini.

“Benar aku mencintaimu. Sudah lama aku begitu mencintaimu Luhan. Aku terus menahan rasa sakit ini begitu lama sampai aku tidak kuat untuk menahannya lagi. Setiap malam aku menangis untuk mengurangi sakit di hati ku ini. Bahkan sekarang, jujur saja aku sangat bahagia sekali bisa memiliki waktu berdua dengan mu seperti ini.”

“Mengapa dulu kau tidak mengatakan hal ini kepadaku? Waktu itu saat aku menyerahkan cicin kepadamu, sebenarnya cicin itu aku berikan untuk mu. Aku sangat senang melihat kau begitu menyukai cicin itu, tapi bodohnya aku, aku mengatakan hal yang membuat perasaan mu sakit. Aku tahu kau menangis saat kau pergi meninggalkan ku diatap.”

“Lalu mengapa kau menyatakan perasaan mu kepada Sehun? Apakah kau benar-benar memiliki perasaan pada Sehun atau tidak?”

“Aku memiliki perasaan pada Sehun tapi bukan perasaan seperti yang aku rasakan terhadapmu Minseok. Aku menganggap Sehun sudah seperti adik kesayangan ku. Aku sudah menganggap sehun seperti saudara ku sendiri. Tapi perasaan ku terhadapamu berbeda. Aku sudah memendam perasaan suka ku padamu sejak aku pindah kemari. Untuk pertama kalinya kau yang menjadi teman ku saat aku tidak memiliki teman di Korea karena keterbatasan ku berbicara bahasa Korea.”

Lama aku dan Luhan saling memandang satu sama lain. Melihat kedalam mata kami untuk meyakinkan tentang apa yang aku dan Luhan rasakan. Luhan mulai bergerak mendekatiku. Membuat jarak antara wajah ku dengan wajahnya sedikit mendekat. Dan pada akhirnya dia menciumku. Aku sempat terkejut dengan apa yag Luhan lakukan ini, tapi aku menyukainya. Ciuman Luhan dibibirku begitu lembut. Dalam ciuman itu aku tersenyum sebentar kemudian menutup mataku dan mulai membalas ciumannya. Sebentar saja, hanya beberapa menit kami berciuman, aku melepaskan ciuman ini dan mulai memeluk Luhan erat.

“Aku mencintaimu Luhan.”

“Aku juga mencintaimu Minseok.”

-
-
-

Sebelum memasuki kelas, Sehun tiba-tiba menarik ku. “Sehun-ah apa yang kau lakukan?” dia seperti tidak memperdulikan apa yang aku ucapkan. Dia terus menarik ku sampai akhirnya aku dan Sehun sampai diatap sekolah.

“Ada yang mau aku bicarakan dengan mu hyung.”

“Baiklah. Apa yang ingin kau bicarakan dengan ku?”

Sehun melepaskan cicin yang Luhan berikan kepadanya dan memberikannya kepadaku. “Apa maksudnya ini? Mengapa kau memberikan cicin ini kepadaku?”

“Aku sudah tahu semuanya hyung. Tentang perasaan mu terhadap Luhan hyung. Maafkan aku yang tidak peka terhadap apa yang kau rasakan. Aku sudah membuat perasaan mu sakit.”

“Tentang hal itu, kau tidak perlu meminta maaf Sehun. Aku tidak apa-apa.”

“Sebenarnya aku dan Luhan hyung sudah putus 1 bulan yang lalu tapi aku tidak memberitahumu. Maafkan aku hyung.”

“Apa kau bilang? Kau sudah putus dengan Luhan?”

“Iya hyung. Jadi aku harap kau dan Luhan hyung bisa menjalin hubunngan layaknya sepasang kekasih.”

Aku tertawa kecil mendengar perkataan Sehun lalu dia memakaikan cicin yang dia berikan kepadaku ke jari manis ku. “Terlihat cantik di jari mu hyung. Kau jangan sampai menghilangkan cicin ini karena Luhan hyung pasti akan sangat marah kepadamu.” Sehun terkekeh dan aku kembali tertawa mendengar perkataan Sehun. “Terima kasih Sehun-ah.”

-
-
-

Hari ini adalah hari pertama aku dan Luhan menghabiskan waktu bersama setelah kejadian pengakuan perasaan ku padanya. Aku sangat bahagia akhirnya aku bisa berjalan berdua dengan Luhan. Luhan sekarang adalah kekasih ku. Luhan sekarang adalah milik ku. Luhan sekarang adalah segalanya bagiku. Luhan. Luhan. Luhan. Hanya ada nama Luhan yang ada di dalam pikiran ku mulai saat ini.

“Minseok-ah..hari ini kau ingin pergi kemana? Aku akan mengikutimu kemanapun kau pergi.”

“Aku tidak Lu. Aku bingung ingin pergi kemana sekarang. Kita pikirkan sambil berjalan saja.”

“Kita duduk saja Minseok. Aku sedikit lelah sekarang.”

“Baiklah.”

Aku dan Luhan duduk dibangku taman kota sekarang. Luhan terus saja menggenggam tangan ku tanpa mau melepaskannya. Dia juga terlihat selalu memperlihatkan senyumnya.

“Sudah kubilang jangan terlalu sering tersenyum. Kau terlihat seperti orang gila bila tersenyum terus Luhan.”

“Bukankah kau akan merindukan senyumanku bila aku tidak tersenyum seperti ini.”

“Memang benar, tapi kau tidak perlu melakukannya seperti itu. Aku akan selalu melihat mu meskipun kau tidak memperlihatkan senyuman mu Luhan karena kau sekarang adalah milik ku.”

“Kau terlihat seperti bahagia sekali setelah memiliki ku Minseok.”

“Tentu saja aku bahagia karena aku telah mendapatkan hati orang yang aku cintai dan aku telah milikinya sepenuhnya sekarang.”

Luhan mencium kening ku dan memeluk ku erat. Aku tidak ingin melepaskannya. Aku tidak ingin hari ini berlalu dengan cepat. Aku berharap waktu berjalan dengan sangat lambat agar hari ini tidak cepat berlalu. Aku sangat mencintainya. Akhirnya semua rasa sakit yang dulu aku pendam, yang dulu selalu membuatku tak bisa tidur tenang kini berubah menjadi mimpi indah setiap kali aku terlelap. Terima kasih Luhan kau sudah memberikan sinarmu kepadaku.


-End-


Maafin gue bila feelnya kgag dapet sama sekali :3 bahkan gue yang authornya pun kgag ngerti nih cerita apaan -___- bikin nih ff terlalu cepet dan tanpa adanya embel-embel imajinasi :v wkwkwk~

Terserah kalian para readers menilainya macem kek gmn sama nih ff (-___-“)(“-___-)



Pai~ pai~ *aegyeo bareng Xiumin oppa*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar